Banyak hal terjadi dengan salah
di sekeliling kita, dan terus berjalan seperti itu secara berulang-ulang, tanpa
ada yang peduli kekeliruan itu. Mungkin karena masyarkat kita merupakan kelompok
orang orang yang TERLALU BAIK , sehingga justru menjadi sangat permisif akan
suatu kesalahan yang muncul dilingkungannya. Namun demikian, nilai yang
dianggap baik tersebut sebenarnya malah akan berdampak negative, merugikan
phihak lain.
Masyarakat harus belajar untuk
tahu bahwa disana-sini ada (banyak) nilai nilai kebenaran yang dikebiri oleh
oknum oknum tertentu. Kalau sudah faham, masyarakat harus berusaha untuk
mendobrak kemungkaran tersebut sesuai dengan kemampuan /kebisaan yang mereka
punyai, demi terujudnya kehidupan yang tata tentrem kerta raharja. Kemungkaran
itu terjadi dimana mana, pada sektor kegiatan kerja seperti instansi instansi
pemerintah, kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lain sebagainya.
Tertulislah
suratan takdir bahwa seseorang yang bernama Ignatius berurusan utang-piutang dengan rekannya,
Yongky. Masa hubungan bisnis itu sudah
berjalan bertahun-tahun dengan mulusnya. Konon suatu saat seiring dengan pasang
surutnya dunia dagang, terjadilah dengan apa yang disebut wan-prestasi
pada phihak Ignatius. Merasa dirinya tidak terpuaskan oleh pembayaran
yang diberikan oleh Ignatius pergilah
sdr. Yongky untuk melaporkan hal tersebut kepada phihak kepolisian, bahwa dirinya
telah ditipu oleh saudara Ignatius sejumlah 2 (dua) milyard. Wal hasil ,
dipanggillah saudara Ignatius untuk disidik. Selang beberapa hari kemudian
dilayangkanlah surat panggilan ke 2 (dua ); bahwa Ignatius dipanggil lagi sebagai TERDAKWA penipuan.
Dalam
kondisi kasus mulai ruwet seperti itu sdr. Ignatius baru berhubungan dengan
Lembaga Bantuan Hukum – Anak Bangsa Indonesia Surabaya, untuk
membantu mengurus, meluruskan, menyelesaikan urusannya. Begitu mempelajari
berkas – berkas yang ada, komentar para Advokat
LBH-ABI (Anak Bangsa Indonesia) : Woow. . . . Woow. . . . Woow. . . . .
Hal
mengerikan yang masyarakat harus belajar adalah: kasus antara sdr. Ignatius
dengan saudara Yongky adalah benar benar murni satu kasus PERDATA, sama sekali
bukan kasus Pidana yang bisa di-polisi-kan. Kasus ini terjadi dalam kaitannya
dengan perilaku Wan Prestasi, dengan demikian jalur yang bisa ditempuh adalah
menggugatnya di P.N. Surabaya, bukan Polresta, karena tidak ada unsur unsur
penipuan bisa terpenuhi. Phihak LBH-ABI
(Anak Bangsa Indonesia) berupaya sekuat tenaga untuk menggugurkan kasus
rekayasa pidana ini dan mendudukan pada porsi serta posisi yang
sebenar-benarnya sebagai kasus perdata secara alami, namun tidak ada respon yang berarti. Kasus pembengkokan kasus
perdata menjadi pidana tidak bisa diluruskan seperti keadaan selayaknya.
Kekuatan
apa gerangan yang mampu menjadikan alur cerita seperti dalam paragraf paragraf
diatas ? Ternyata jawabannya tetap
klasik. . . . . . . . (anda sudah bisa menebaknya sendiri). Selang waktu yang tidak terlalu lama ada JIN yang suka
jihat fi sabilillah bersama penulis berbisik ditelinga penulis lirih, tapi
mantap; UuuuuaaaaannG.
Tetap dengan semangat – juang tinggi tuan
& nyonya Advokat ABI melayangkan
gugatan perdata ke P.N. Surbaya demi
melindungi Mr. Klien, Ignatius, agar tidak terbawa arus kiat yang dimainkan
oleh phihak pelapor dan aparat. Namun apa bisa dikata, segala upaya jurus jurus
jitu tsb tetap buntung, tidak beruntung. B.A.P. terus melenggang mulus kemeja
kantor Kejaksaan Negeri, dan lanjut ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk disidangkan dengan dakwaan
penipuan. Blokir yang dilakukan para Advokat yang sesuai dengan aturan
undang-undang, bahwa apabila gugatan perdata sudah masuk di P.N. , kasus pidana
yang berkaitan harus dihentikan, ternyata malah diejek dengan ulah lenggang-lenggok
jurus ke Persidangan pidana penipuan. L U C U kan ? Jurnalis anda sempat “bengong” juga.
Bertanyalah dia kepada mas dan mbak Advokat, kenapa bisa begitu? Tak urung
jawabnya: “ Woow. . . . . Woow. . . . . Woow. . . . . . . . ( WAR ).
No comments:
Post a Comment