Saturday, February 23, 2013

Romantika Hukum Acara Dalam Aplikasi

"...........pokoknya hati2 kalo kamu sidang di Gresik. Mr Hakim X tuh guuualaknya setengah mati." Demikian celoteh beberapa rekan advokad sewaktu istirahat, sambil menikmati soto Lamomngan & segelas teh panas. Di warung pojok itu memang sering ada bincang2 serta tukar pikiran antar advokad, mulai dari hal percewekan / percowokan sampai kasus NARKOBA.

"...........Ooow enak sidang di Boyolali. Kalo kita pas sidang, dan hakimnya bu Enjel,......wow...cuuantik sekali, dan kita ajukan usul apa aja, mesti jawabnya " iyaa.....iyaa....." Demikianlah sekilas nuansa obrolan yang sering terjadi di warung pojok itu.
                                           
    Sebenarnya apapun yang mereka perbincangkan tadi adalah tentang hal2 yang terkait dengan Hukum Acara dan norma2 dalam persidangan, baik di PN ataupun PA. Kita nikmati percakapan singkat berikut, yang juga memiliki warna berbeda dengan gambaran yang disebut sebelumnya.

Seorang wanita muda yang mengajukan Gugat - Cerai masuk ke ruang sidang setelah mendengar panggilan melalui corong. Begitu dia agak takut sewaktu hendak masuk ruang sidang, terdengarlah suara lembut seorang bapak dari dalam ruangan :

Pak Hakim: "Ayo nduk.....rene.....rene.....kowe ki sapa ?"
                    ( mari nak kesini....kamu ni siapa ?)
Wanita       :"Ndari pak"
Pak Hakim: "Oo yaa.....kene...kene....nyedak."
                   ( oo iya  sini mendekat )
Wanita      :" .....nuwun pak...."
                  (maaf pak....)
Pak Hakim:" iyaa.....lho....anda ni siapa mas ? Tanya pak Hakim kepada lelaki
                   yang menyertai wanita tadi.
advokad    : "kawulo punika Advokad ipun Ndari pak."
                   ( saya ini advokadnya Ndari pak)
Pak Hakim: "Oo iya...iya.... Trus bojomu teka pa ra nduk ? "
                                        ( lantas suami kamu datang apa tidak nak ) Tanya pak
                     Hakim kepada wanita tadi.
Wanita      : "Mboten pak Hakim."
                  (tidak pak Hakim)
Pak Hakim: " Wah....wah...gek priye ngene iki ? Wis, pada linggih disik. Kowe ning kono." Pak Hakim menyilahkan mereka menempati kursi masing2.

Majelis hakim kemudian berunding sejenak tentang kasus Gugat-Cerai yang su - dah dua kali digelar tanpa kehadiran sang suami itu. Setelah selesai berembuk, Bapak Hakim ketua berbicara lagi kepada mereka.

Pak Hakim: "Ngene wae nduk dan mas Advokad, sidang ini saya undur/ tunda la
                    (begini saja nak )
                     gi minggu depan pada hari dan jam yang sama yaa. Yen bojomu dak
                     undang ora gelem teka maneh, ya sidang iki langsung dak putus.
                     (kalau suami kamu saya undang tidak mau hadir lagi ya sidang ini la
                     ngsung saya putus).

Ilustrasi tentang suasana sidang tadi terjadi di satu kabupaten bagian Barat Daya JATIM.

Seorang Bapak Hakim Ketua tetap tidak kehilangan derajat dan wibawanya meskipun beliau menggunakan bahasa yang sedemikian kental dengan Nuansa Kekeluargaan. Sebaliknya pihak lain, si wanita pencari keadilan serta mas advokad semakin hormat dan segan terhadap beliau. jadi seorang Hakim haruslah betul2 bijak dalam mempertahankan nilai wibawa peradilan, dengan tidak harus menggunakan bahasa yang kaku dan menakutkan disertai peringai yang menyeramkan. Mudah2an pelajaran ini bisa kita serap untuk kita amalkan.
              
WRITER : Wardojo Setyonoadji.


    

No comments:

Post a Comment